Senin, 04 Mei 2020

Pengalaman Menulis Di Penerbit Mayor By Om Ukim


Belajar Menulis siang ini
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat siang semuanya. Guru guru hebat Indonesia
Om Jay Menulis: waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Om Jay Menulis: Siang ini kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan dan pengalaman dari bapak Ukim Komarudin.
Kepada pak @+62 888-0940-5468 Saya persilahkan memimpin acara dan menjadi moderatornya
Terima kasih Om Jay
Yang  memberikan kesempatan kepada saya untuk memandu pembelajaran siang ini
Alhamdulillah hari ini kita kedatangan Pemateri yang luar biasa
Kita sapa Bapak Ukim
Bapak Ukim bagaimana kabarnya  ?
Baik, Mr. Bams. Sehat. semoga Mr. Bams juga ya. Semoga teman-teman semua juga dalam kondisi sehat wal afiat.
Alhamdulillah
Saya panggil Om Ukim aja ya.

Sekelumit sapaan yang mengawali kelas belajar siang ini. Seperti yang sudah terjadwal bahwa kelas di mulai pada pukul 13.00wib. Saya sudah siap standby didepan laptop lengkap dengan Hp yang sudah saya nyalakan hot spot nya untuk membantu proses belajar online kali ini. Maklumlah… saya tidak pasang jaringan wifi di rumah, saya terbiasa menggunakan apa yang ada saja. Buku dan pulpen pun sudah siap di meja ini, kiranya ada yang perlu di cacat akan memudah kan saya untuk langsung mencoret kan kata-kata diatas nya.

Siang ini kita akan belajar lagi bersama dengan narasumber hebat, yang tak kalah hebat dengan narasumber-narasumber sebelumnya. Beliau adalah Bapak Drs. Ukim Komarudin, M.Pd. Dalam kelas ini beliau kita sapa dengan panggilan om Ukim. Orang hebat yang telah melahirkan karya hebat luar biasa yang berjudul “ Mengumpulkan yang terserak “ &“ Guru Juga Manusia”. Pukul 13.18 wib Mr Bams sebagai moderator mempersilahkan om Ukim untuk memulai materinya.
Kami persilahkan Om Ukim
baik, terima kasih banyak Mr. Bams

Arti Menulis Bagi Diri Sendiri
Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga bermanfaat.

Pertama, saya berpikir, menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli  dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis.

 Perbedaan Sudut Pandang Pada Sebuah Tulisan
Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.

Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran.

Mr. Bams dan teman-teman yang kreatif,
Saya diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.

Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika  saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada,  apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.

Proses Karya Agar Sampai Pada Pembaca dan Bermanfaat Bagi Sesama
Jujur, ada jarak agak lama berselang setelah kejadian itu. Saya menganggap perlu waktu untuk menjernihkan pikiran. Untunglah manusia itu punya sahabat. Saya menceritakan permasalahan yang saya rasakan kepada teman yang sudah menjadi penulis "beneran". Hebatnya, beliau menceritakan bahwa pengalaman yang saya dapatkan itu baik dan mestinya disyukuri. Ia kemudian menjelaskan tentang proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Ia menyudutkan saya dengan mengatakan bahwa sikap saya menyebabkan tulisan saya hanya untuk sendiri. kalau pun nanti ada yang membaca itu hanya segelintir orang saja. Itu berarti, saya minimal dalam memberi manfaat buat orang lain atau istilah lainnya saya egois.

Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya  punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini.
Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya.

Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindak lanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut.

Launching Buku
Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.

Marketing
Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.

Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.

Kesimpulan
Seorang penulis adalah orang yang menghasilkan sebuah karya dalam bentuk tulisan. Ada yang menulis hanya untuk kesenangan sendiri atau kepuasanbatin pribadi. Namun ada penulis yang ingin karyanya dapat dinikmati dan bermanfaat bagiorng lain. Untuk sampai kepada pembaca, sebuah karya tulis harus melalui proses yang disebut dengan penerbitan buku atau publishing.
Penerbitan sebuah buku tentunya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang penulis. Ada banyak pihak yang terlibat dalam penerbitan sebuah buku. Seorang editor adalah orng yang berada di garda terdepan dalam proses ini. Karena berperan dalam merapikan tulisan hingga bisa layak cetak untuk di terbitkan. Bahkan editor adalah orang yang lebih pintar daripada penulis, karena bisa membuat buku yang diterbitkan laris di pasaran.

Namun demikian tidak semua penulis berniat menerbitkan bukunya. Karena bagi seorang om Ukim menulis adalah kesenangan. Seperti penuturan beliu berikut ini “Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya memang bukan tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah maha pengasih. Beberapa sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga.”

Saran Bagi pemula Agar Konsisten Dalam Berkarya
Sebelum memutuskan untuk menulis, alangkah baiknya jika kita mengenali passion kita. Agar menghasilkan karya yang maksimal sesuai dengan diri kita. Karena jika kita membuat karya yang tidak sesuai passion, kebosanan, dan kecenderungan terjadi kesalahan dan kemandegan akan lebih besar. Seperti yang diungkapkan om Ukim berikut:

1. Temukan Passion kita
“Harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh.
Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana.
saya tipe orang yang sering menyembunyikan karaya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran anak (karya) saya yang mengejutkan.

2.Menulis Saja Masalah Hasil Biarkan Pembaca yang Menilainya
Permasalahan penulis pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya Ambyar.
Tulis saja, nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka menganggap tulisan bapak nggak laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang.” Manulis saja. Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.

3. Membaca Sebelum Menulis
Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas tujuan seperti itu. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat kita. Dari situ, kita punya standar sendiri. Karena sebenarnya, penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).

Di akhir materi Om Ukim menyampaikan, pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Kita akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman kita memuji tulisan kita, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya kamu."

Tema-teman yang baik. Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN. (Mohon atas segala kesalahan)

Semoga kita bisa terus menulis dan menghasilkan karya yang dapat memberikan kepuasan bagi kita pribadi dan memberi manfaat bagi sesama.

1 komentar:

  1. banyak pelajaran penting dari pak uki ttg menulis dan semoga kita bisa mengimplementasikannya

    BalasHapus