Belajar
Menulis siang ini
Assalamu alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Selamat siang semuanya.
Guru guru hebat Indonesia
Om Jay Menulis:
waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Om Jay Menulis: Siang
ini kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan dan pengalaman dari bapak Ukim
Komarudin.
Kepada pak @+62
888-0940-5468 Saya persilahkan memimpin acara dan menjadi moderatornya
Terima kasih Om Jay
Yang memberikan kesempatan kepada saya untuk
memandu pembelajaran siang ini
Alhamdulillah hari ini
kita kedatangan Pemateri yang luar biasa
Kita sapa Bapak Ukim
Bapak Ukim bagaimana
kabarnya ?
Baik, Mr. Bams. Sehat.
semoga Mr. Bams juga ya. Semoga teman-teman semua juga dalam kondisi sehat wal
afiat.
Alhamdulillah
Saya panggil Om Ukim aja ya.
Saya panggil Om Ukim aja ya.
Sekelumit sapaan yang
mengawali kelas belajar siang ini. Seperti yang sudah terjadwal bahwa kelas di
mulai pada pukul 13.00wib. Saya sudah siap standby didepan laptop lengkap
dengan Hp yang sudah saya nyalakan hot spot nya untuk membantu proses belajar
online kali ini. Maklumlah… saya tidak pasang jaringan wifi di rumah, saya
terbiasa menggunakan apa yang ada saja. Buku dan pulpen pun sudah siap di meja
ini, kiranya ada yang perlu di cacat akan memudah kan saya untuk langsung
mencoret kan kata-kata diatas nya.
Siang ini kita akan
belajar lagi bersama dengan narasumber hebat, yang tak kalah hebat dengan
narasumber-narasumber sebelumnya. Beliau adalah Bapak Drs. Ukim Komarudin, M.Pd.
Dalam kelas ini beliau kita sapa dengan panggilan om Ukim. Orang hebat yang
telah melahirkan karya hebat luar biasa yang berjudul “ Mengumpulkan yang
terserak “ &“ Guru Juga Manusia”. Pukul 13.18 wib Mr Bams sebagai moderator
mempersilahkan om Ukim untuk memulai materinya.
Kami persilahkan Om
Ukim
baik, terima kasih
banyak Mr. Bams
Arti
Menulis Bagi Diri Sendiri
Saya sangat berterima
kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan
sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam
kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga bermanfaat.
Pertama, saya berpikir,
menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat
penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun
bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya
tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga
tidak perduli dengan ragam atau apa yang
menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya
merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal
itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang.
Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Selain menulis apa
adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait
pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus
dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh
menulis.
Perbedaan
Sudut Pandang Pada Sebuah Tulisan
Hingga sampai suatu
hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal
ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus.
Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat
membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya
sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa
sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb.
Karena komentar
tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam
semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam
kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang
dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh
karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh,
maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak."
Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan
yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain
(pembaca).
Demikianlah waktu itu,
saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah
menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya
buku mata pelajaran.
Mr. Bams dan
teman-teman yang kreatif,
Saya diinterview
terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran.
Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam
kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips
dan trik menerbitkan buku.
Saya banyak mendapatkan
pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau
informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip
menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika
saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah
memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga
pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah
saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus
terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam
mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain
bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh
pulang dari interview.
Proses
Karya Agar Sampai Pada Pembaca dan Bermanfaat Bagi Sesama
Jujur, ada jarak agak
lama berselang setelah kejadian itu. Saya menganggap perlu waktu untuk
menjernihkan pikiran. Untunglah manusia itu punya sahabat. Saya menceritakan
permasalahan yang saya rasakan kepada teman yang sudah menjadi penulis
"beneran". Hebatnya, beliau menceritakan bahwa pengalaman yang saya
dapatkan itu baik dan mestinya disyukuri. Ia kemudian menjelaskan tentang
proses menulis yang melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada
pembaca. Ia menyudutkan saya dengan mengatakan bahwa sikap saya menyebabkan
tulisan saya hanya untuk sendiri. kalau pun nanti ada yang membaca itu hanya
segelintir orang saja. Itu berarti, saya minimal dalam memberi manfaat buat
orang lain atau istilah lainnya saya egois.
Saya yang tersadar
mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang
akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan
bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang
menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya
itu, naskah saya sepertinya punya
potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya
saya memang harus dipoles di sana sini.
Jika nanti naskah itu
bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak
hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak,
dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan
menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya.
Oleh-oleh itulah yang
menyebabkan saya menindak lanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal
yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan
pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor
menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi.
Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya
menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak, yang sangat
penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang
sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami
itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama
tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan
sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut.
Launching Buku
Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan hyang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan.
Marketing
Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.
Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.
Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.
Kesimpulan
Seorang penulis adalah
orang yang menghasilkan sebuah karya dalam bentuk tulisan. Ada yang menulis
hanya untuk kesenangan sendiri atau kepuasanbatin pribadi. Namun ada penulis
yang ingin karyanya dapat dinikmati dan bermanfaat bagiorng lain. Untuk sampai
kepada pembaca, sebuah karya tulis harus melalui proses yang disebut dengan
penerbitan buku atau publishing.
Penerbitan sebuah buku
tentunya tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang penulis. Ada banyak pihak
yang terlibat dalam penerbitan sebuah buku. Seorang editor adalah orng yang
berada di garda terdepan dalam proses ini. Karena berperan dalam merapikan tulisan
hingga bisa layak cetak untuk di terbitkan. Bahkan editor adalah orang yang
lebih pintar daripada penulis, karena bisa membuat buku yang diterbitkan laris
di pasaran.
Namun demikian tidak
semua penulis berniat menerbitkan bukunya. Karena bagi seorang om Ukim menulis
adalah kesenangan. Seperti penuturan beliu berikut ini “Saya tipe penulis.
Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya
terbitkan. Saya memang bukan tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang
menarik buat saya tulis, ya saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi
Allah maha pengasih. Beberapa sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat
keluarga.”
Saran
Bagi pemula Agar Konsisten Dalam Berkarya
Sebelum memutuskan
untuk menulis, alangkah baiknya jika kita mengenali passion kita. Agar
menghasilkan karya yang maksimal sesuai dengan diri kita. Karena jika kita
membuat karya yang tidak sesuai passion, kebosanan, dan kecenderungan terjadi
kesalahan dan kemandegan akan lebih besar. Seperti yang diungkapkan om Ukim
berikut:
1. Temukan Passion kita
“Harus menempatkan diri
sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen.
Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek
karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh.
Ada yang disebut,
Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah
sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis
hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ,
kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana.
saya tipe orang yang
sering menyembunyikan karaya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya
suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini
kelahiran anak (karya) saya yang mengejutkan.
2.Menulis Saja Masalah
Hasil Biarkan Pembaca yang Menilainya
Permasalahan penulis
pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak
jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya
Ambyar.
Tulis saja, nanti ada
jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka
menganggap tulisan bapak nggak laku di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak
apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari
dan dibenarkan orang.” Manulis saja. Dengarkan respons dari sekitar. Kita
memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.
3. Membaca Sebelum
Menulis
Mulailah menulis dengan
membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang
akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita
membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas
tujuan seperti itu. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi
minat kita. Dari situ, kita punya standar sendiri. Karena sebenarnya, penulis
yang baik adalah pembaca yang baik. Menulis (produktif) pasokannya adalah
membaca (receptif).
Di akhir materi Om Ukim
menyampaikan, pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam
hal karya. Kita akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis.
Ketika teman-teman kita memuji tulisan kita, maka di saat itulah kualitas naik
ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan
Bapak terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa
ini tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan
saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya kamu."
Tema-teman yang baik. Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN. (Mohon atas segala kesalahan)
Semoga kita bisa terus
menulis dan menghasilkan karya yang dapat memberikan kepuasan bagi kita pribadi
dan memberi manfaat bagi sesama.
banyak pelajaran penting dari pak uki ttg menulis dan semoga kita bisa mengimplementasikannya
BalasHapus