Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang, untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan. Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah
Seperti udara... kasih yang engkau berikan. Tak mampu ku membalas...ibu...ibu****
Kiranya seperti itu sepenggal lirik lagu legendaris dari penyanyi legendaris Iwan Fals. Betapa ibu rela berkorban demi sang buah hati. Rela melakukan apa saja demi kebaikan anak-anak nya. Seorang ibu, adalah peladang terhebat yang pernah ada di muka bumi. Menyemai semangat dan memanen keringat. Demi anak-anaknya bertemu butiran nasi. Saat membuka tudung saji.
Apa pun dilakukan nya untuk dapat memberikan sesuap nasi kepada anak-anak nya. Bahkan seringkali beliau berbohong kepada anak nya. mengatakan "Ibu sudah kenyang nak,.... sudah kamu saja yang makan". Padah cacing di dalam perut sudah berteriak meminta jatah. Sosok tangguh yang tiada pernah mengeluh. Entah dengan kata apa lagi, tak dapat saya gambarkan kekaguman saya pada sosok itu. Malaikat Tak bersayap....
Namun demikian, Ibu memiliki seorang teman. Teman dalam suka dan duka. teman mengarungi samudra bahtera kehidupan. teman berjuang membesarkan generasi-generasinya. Bapak.... ya beliau yang selalu setia menemani ibu dalam segala suka dukanya.
Ibuku Seorang Pedagang
Ibu saya dulu seorang pedagang. Bapak saya seorang tukang kayu. Bapak bekerja di proyek bangunan, kerjanya berpindah - pindah dari satu kota ke kota lain tergantung dimana ada proyek pembangunan. Karena penghasilan bapak yang tidak mencukupi, ibu ikut berjualan di proyek yang bapak kerjakan. Kopi, nasi, dan apa saja yang bisa dijual untuk dapat tambahan penghasilan. Seiring berjalan nya waktu, usia pun semakin bertambah. Jumlah anak juga bertambah, dan itu tidak memungkinkan untuk terus hidup perpindah-pindah kota.
Bapak merantau sendiri, sedang kan ibu tinggal di kampung mengasuh kami, anak-anak nya. Berat... ya... pasti sangat berat. Namun tiada kata keluh kesah dari ibuku. Untuk memenuhi kebutuhan selagi belum ada kiriman uang dari bapak, ibu berjualan pecel setiap sore hingga malam hari. Dulu di kampung kamiada regol ( pos ronda), disana ibu berjualan. Karena letak nya dekat dengan rumah kami, ibu tidak mengajak kami berjualan. kami tinggal di rumah untuk belajar. Jika ada warga yang hajatan, ibu berjualan di tempathajatan. karena pasti banyak yang beli.
Dari Bangun Tidur Sampai Tidur Lagi
Hingga masa tua nya ibu masih suka berdagang. Bukan berjualan pecel tentunya, tapi pergi kepasar. Karena anak-anak sudah besar, ibu mencoba berdagang di pasar. Bukan di kios lho ya, ibu membeli ayam, daun, pisang, jagung, pisang, singkong, atau apa saja yang di jual tetangga di kampung kami. Setelah itu ibu bawa dagangan itu ke pasar untuk di jual lagi. Selepas subuh biasa nya ibu berangkat ke pasar. Sebelum berngkat, beliau sudah siapkan uang saku untuk kami di meja. Sarapan juga sudah tersedia. Sebelum berangkat biasanya terdengar teriakkan khas dari dapur " Riiii.... bangun.... subuhan" kira-kira seperti itu. Tak lama saya bangun dan mengambil air wudhu untuk sholat subuh.
Selepas dari berjualan di pasar, biasa nya ibu pulang bawa dagangan lagi. Pesanan tetangga yang tidak mau ke pasar. Walaupun tidak besar, tapi ada keuntungan dan tambahan uang dari hal itu. Semua dilakukan ibuku dengan senang hati. Terpancar kebahgiaan bila semua dagangan habis dan banyak pesanan. Kami pun turut bahagia, karena pasti ibu membawa buah tangan dari pasar untuk kami yang sudah menunggu di rumah.
Kira-kira pukul 10.30 ibu sampai di rumah, duduk sebentar, menyempatkan waktu mengisi perut nya yang sedari pagi belum terisi apa2. Segelas teh panas menemani pula. Tak butuh waktu lama untuk nya menyelesaikan suapan-suapan itu. Bergegas dengan sigap memasak sayur dan lauk pauk kami sekeluarga. Adzan dzuhur sudah berkumandang, masakan pun sudah siap di meja. Masakan sederhana namun punya kenikmatan yang luar biasa.
Selepas sholat dzuhur sampai dengan ashar ada cucian dan jemuran yang harus dibereskan. Selepas ashar ibu keliling dengan berjalan kaki mencari dagangn untuk besokdibawa ke pasar. Tak terasa sudah hampir maghrib. Ibu baru sampai di rumah. meletakkan dagangan yang didapat, mandi dan bersiap sholat maghrib.
Sambil duduk merapikan dagangan, segelas teh manis hangat setia menemani nya. Tak terasa adzan isya' sudah berlalu. waktu terasa cepat berjalan, hingga tanpa sadar malam telah menjelang. Tiba saat nya ibuku meluruskan otot-otot punggung nya diatas dipan yang terbuat dari bambu. Lelah pasti.... tapi tak dirasakan nya. Demi kami anak-anak nya. Agar kami bisa terus makan dan bisa terus sekolah.
Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dari pagi hingga malam hari, begitu padat jadwal kerja ibu. Jadi walaupun di rumah aj, kerjaan nya ngga ada habis nya ya...Lelah tak dihiraukan, letih tak dirisaukan, semangat nya selalu berkobar untuk terus berjuang demi anak-anaknya. Selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.
Sekarang saya sudah menjadi seorang ibu, walaupun tak sehebat ibu saya. Tapi alur nya mah masih sama, dari bangun tidur sampai tidur lagi ada aja yang di kerjakan. Tak mengapa..... Semoga kelak akan saya terima penghargaan nya. Begitu pula untuk ibu saya, semoga beliau telah terima penghargaan nya di sisi Allah. Atas segala usaha dan pengorbanan nya untuk kami anak-anaknya. Aamiin...
Trimakasih Ibu....
Kerennnnn ajarin dong bikin tampilannya
BalasHapus